Gordon Willard Allport lahir pada 11 November 1897 di Montezuma, Indiana, anak keempat dan bungsu dari John E. Allport dan Nellie Wise Allport. Ayah Allport pernah melakukan sejumlah petualangan bisnis sebelum menjadi dokter kira-kira pada waktu Gordon lahir. Karena tidak memiliki kantor yang memadai dan fasilitas klinis, dr. Allport mengubah rumahnya menjadi sebuah rumah sakit kecil-kecilan. Baik pasien maupun perawat bias ditemukan di rumahnya, di mana atmosfer yang bersih dan steril dipertahankan dengan baik.
Floyd Allport, kakak laki-lakinya yang 7 tahun lebih tua, yang menjadi psikolog terkenal juga, melukiskan ibu mereka sebagai perempuan saleh yang sangat menekankan pentingnya agama (F.Allport, 1974). Karena sebelumnya pernah menjadi guru sekolah, dia mengajarkan Gordon kebajikan dari bahasa yang bersih dan hubungan yang tepat selain pentingnya pencarian jawaban-jawaban religius tertinggi.
Pada waktu Gordon berusia 6 tahun, keluarga mereka sudah berpindah tempat tiga kali, dan akhirnya menetap di Cleveland, Ohio. Allport muda mengembangkan ketertarikan awal terhadap persoalan-persoalan filosofis dan religius, dan memiliki fasilitas yang lebih banyak terhadap kata-kata daripada permainan. Dia menggambarkan dirinya “terisolasi” secara social untuk menunjukkan tingginya lingkaran aktivitasnya sendiri. Meskipun lulus dengan ranking kedua dari 100 siswa SMA-nya, Allport tidak menganggap dirinya pandai (Allport, 1967).
Di musim gugur tahun 1915, Allport masuk Harvard, mengikuti jejak kakaknya, Floyd, yang sudah lulus 2 tahun sebelumnya dan yang saat itu menjadi asisten dosen psikologi. Dalam autobiografinya, Gordon Allport (1967, hlm. 5) menulis : “ Hampir setiap malam dunia saya dibentuk ulang. Nilai-nilai moral dasar saya, yang jelas, sudah terbentuk di rumah. Yang baru adalah cakrawala intelektual dan budaya yang sekarang membuat saya tertantang untuk mengeksplorasi ”. Pekerjaannya di Harvard juga menandai permulaan dari 50 tahun kerja samanya dengan universitas tersebut, yang hanya dua kali terpotong dengan singkat. Saat menerima gelar sarjananya pada 1919 dengan topic tentang filsafat dan ekonomi, dia masih tidak merasa pasti dengan karier ke depannya. Dia sudah mengambil kuliah psikologi dan etika social, dan kedua ilmu ini sudah memberikan kesan mendalam padanya. Ketika mendapat tawaran untuk mengajar di Turki, dia melihatnya sebagai kesempatan untuk menyelidiki apakah dia akan menikmati tugas mengajar itu. Dia menghabiskan tahun akademis 1919 – 1920 di Eropa dengan mengajarkan bahasa Inggris dan sosiologi di Robert College di Istambul.
Ketika tinggal di Turki, Allport ditawari studi persahabatan di Harvard. Dia juga menerima undangan dari kakaknya, Fayette, untuk tinggal bersamanya di Wina, di mana Fayette bekerja untuk komisi perdagangan AS. Di Wina, Allport bertemu pertama kali dengan Sigmund Freud. Pertemuan dengan Freud ini sangat mempengaruhi pengembangan ide-ide Allport berikutnya tentang kepribadian. Dengan penuh keberanian, Allport yang berusia 22 tahun menulis kepada Freud sebuah pemberitahuan bahwa dia sedang berada di Wina dan meminta kesempatan bertemu dengan bapak psikoanalisis itu. Pertemuan ini menjadi dasar hubungan seumur hidup keduanya. Karena tidak tahu apa yang akan dibicarakan, Allport muda mengingat satu peristiwa kecil dalam perjalanannya ke rumah Freud. Ada seorang anak kecil yang mengeluh kepada ibunya tidak mau dekat-dekat penumpang trem yang dianggapnya jorok. Allport mengaku insiden ini dipilihnya untuk mendapatkan reaksi Freud terhadap fobia anak kecil terhadap kekotoran.
Saat kembali ke Amerika Serikat, Allport memutuskan mengikuti program Ph.D. di Harvard. Dua tahun berikutnya dia ke Eropa untuk belajar di bawah bimbingan psikolog besar Jerman Max Wertheimer, Wolfgang Koehler, William Stern, Heinz Werner, dan yang lain di Berlin dan Hamburg.
Pada tahun 1924, dia kembali lagi ke Harvard untuk mengajar, salah satunya adalah kuliah psikologi kepribadian. Allport menyatakan bahwa itu adalah kuliah psikologi kepribadian pertama yang dimiliki kampus se-Amerika. Kuliah ini mengombinasikan etika social dan pengajaran terhadap kebaikan dan moralitas dengan disiplin ilmiah psikologi. Ini juga merefleksikan disposisi pribadi Allport yang kuat tentang kebersihan dan moralitas. Dua tahun berikutnya setelah karier mendidiknya di Harvard, Allport mengambil sebuah posisi di Dartmouth College. Empat tahun kemudian, dia kembali lagi ke Harvard dan masih tetap tinggal di sana selama sisa karier profesionalnya.
Pada tahun 1925, Allport menikahi Ada Lufkin Gould, yang ditemuinya ketika masih menjadi mahasiswa pascasarjana. Ada Allport, yang menerima gelar master dalam psikologi klinik dari Harvard, memiliki pelatihan klinis yang tidak dimiliki suaminya. Dia adalah contributor yang penting bagi sejumlah karya Gordon, khususnya dua studi kasusnya yang sangat luas. ( kasus Jenny Gove Masterson – didiskusikan dalam studi tentang individu, dan kasus Marion Taylor yang tidak pernah diterbitkan ( Barenbaum, 1997 ) ).
Allport memiliki seorang putra, Robert, yang menjadi dokter anak, dan karenanya menjadi penghubung antara dua generasi dokter, sebuah fakta yang tampaknya sangat menyenangkan hati ayahnya ( Allport, 1967 ). Allport banyak menerima penghargaan sepanjang hidunya. Pada 1939, dia dipilih sebagai presiden American Psychological Association (APA). Pada 1963, dia menerima Gold Medal Award dari APA. Pada 1964, dia memenangkan pengharagaan Distinguished Scientific Contribution Award dari APA. Pada 1966, mendapat penghargaan Richard Clarke Cabot Professor of Social Ethics yang pertama kali diadakan di Harvard. Pada 9 Oktober 1967 Allport seorang perokok berat, dan meninggal karena kanker paru-paru.
Allport adalah seorang yang eklektis, membenarkan dan menerima ide-ide dari berbagai sumber. Dia mendefinisikan kepribadian sebagai pengorganisasian dinamis dalam diri individu di mana system psikofisiknya menentukan perilaku dan pikirannya. Manusia yang sehat secara psikologis sebagian besar termotivasi oleh prosese-proses sadar, memiliki konsep diri yang luas, berhubungan dengan orang lain dalam kehangatan, memiliki persepsi yang realistic terhadap dunia, dan memiliki wawasan, humor, dan filsafat hidup yang menyatukan. Posisi proaktif manusia, yaitu konsep bahwa manusia memiliki kapasitas besar untuk mengontrol secara sadar hidupnya.
Allport optimis dalam memandang kemanusiaan namun tetap realistic bahwa manusia memiliki kebebasan yang terbatas. Manuasia selalu berorientasi kepada tujuan, proaktif, dan dimotivasikan oleh beragam kekuatan, yang sebagian besar muncul dari wilayah bawah sadarnya. Pengalaman masa kanak-kanak awal tidak begitu penting, signifikan hanya jika terus bercokol ketika manusia sudah dewasa. Baik perbedaan maupun kemiripan di antara individu penting namun, perbedaan individu dan keunikannya menerima focus yang lebih besar dalam psikologi Allport.