Adolescence

Adolescence
Remaja sebagai periode tertentu dari kehidupan manusia merupakan suatu konsep yang relative baru dalam kajian psikologi. Di negara-negara barat, istilah remaja dikenal dengan adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa Latin adolescere yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa.
Perkembangan remaja adalah masa transisi dari anak-anak menuju dewasa (period of transition) yang diawali adanya perubahan fisik dan psikologis. Ini merupakan masa-masa untuk mencari jati diri. Remaja mempunyai tempat yang tidak jelas, anak bukan dewasa juga tidak. Berada di antara masa anak dan dewasa (Monks, dkk, 2001).
Dalam perspektif sosiologi, kajian perilaku menyimpang dipelajari karena berkaitan dengan pelanggaran terhadap norma-norma sosial dan nilai-nilai kultural yang telah ditegakkan oleh masyarakat. Selain itu, sosiologi membantu masyarakat untuk dapat menggali akar-akar penyebab terjadinya tindakan menyimpang dan upaya untuk menghentikan atau paling tidak menahan bertambahnya penyimpangan perilaku tersebut. Sixtus Tanje (2008) menyatakan bahwa remaja yang masih bersekolah di SMP/SMU selalu mendapat banyak hambatan atau masalah yang biasanya muncul dalam bentuk perilaku.

1.   Perkembangan Fisik
Perubahan-perubahan fisik merupakan gejala primer dalam pertumbuhan masa remaja, yang berdampak terhadap perubahan-perubahan psikologis (Sarwono, 1994). Pada mulanya tanda-tanda perubahan fisik dari masa remaja terjadi dalam konteks pubertas. Tanda-tandanya yaitu ciri-ciri seksual primer, menarche pada perempuan dan spermarche (wet dream) pada laki-laki. Ciri-ciri sekunder meliputi tumbuh kumis dan jenggot, jakun, bahu dan dada melebar, suara berat, tumbuh bulu di ketiak, di dada, di kaki dan di lengan, dan sekitar kemaluan, serta oto-otot menjadi kuat. Sedangkan pada perempuan terlihat payudara dan pinggul yang membesar, suara menjadi halus, tumbuh bulu diketiak dan sekitar kemaluan.
2.  Perkembangan Kognitif
Masa remaja adalah suatu periode kehidupan di mana kapasitas untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan secara efisien mencapai puncaknya (Mussen, Conger & Kagan, 1969). Hal ini adalah karena selama periode remaja ini, proses pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan. Remaja mulai membayangkan apa yang dipikirkan oleh orang tentang dirinya. Ketika kemampuan kognitif remaja mencapai kematangan, kebanyakan anak remaja mulai memikirkan tentang apa yang diharapkan dan melakukan kritik terhadap masyarakat, orang tua, bahkan terhadap kekurangan dirinya sendiri (Myers, 1996).
            Ditinjau dari perspektif teori kognitif Piaget, maka pemikiran masa remaja telah mencapai tahap pemikiran operasional formal (formal operational thougt), yaitu suatu tahap perkembangan kognitif yang dimulai pada usia kira-kira 11 atau 12 tahun dan terus berlanjut sampai remaja mencapai masa tenang atau dewasa (Lerner & Hustlsch, 1983). Pada tahap ini remaja sudah dapat berpikir secara abstrak dan hipotetis. Pada masa ini, remaja awal sudah mampu memikirkan sesuatu yang akan atau mungkin terjadi, sesuatu yang abstrak.
            Kemampuan berpikir yang merupakan manifestasi perkembangan intelektual bagi individu menurut Piaget (dalam Dusek, 1977) melalui beberapa tingkatan, yaitu :
  1. Tingkat sensorimotor ; pada saat ini individu baru dapat mengenal objek yang ada di sekitarnya melalui kemampuan mengendalikan gerak-gerak sederhana, baik lewat gerakan tangan maupun kaki dan otot-otot yang lain.
  2. Tingkat preoperational thinking ; pada tingkat ini individu sudah mampu berpikir secara sederhana dengan mengenal nama-nama benda dan kegunaannya. Individu sudah mampu berpikir secara global atau secara garis besar, tetapi belum mendetail atau terdeferensiasi.
  3. Tingkat concrete-operational thinking ; tingkat kemampuan berpikir yang sudah konkrit, jadi individu telah memahami hal-hal yang nyata, hal-hal yang dilihat dan didengar termasuk juga yang tertulis.
  4. Tingkat terakhir adalah formal operational thinking ; Apabila seseorang telah mampu mencapai tingkat ini berarti remaja itu sudah mampu berpikir secara abstrak, baik yang terlihat maupun tidak, yang tertulis maupun tidak.       
3.  Perkembangan Kognisi Sosial
Menurut Dacey & Kenny (1997), yang dimaksud dengan kognisi sosial adalah kemampuan untuk berpikir secara kritis mengenai isu-isu dalam hubungan interpersonal, yang berkembang sejalan dengan usia dan pengalaman, serta berguna untuk memahami orang lain dan menentukan bagaimana melakukan interaksi dengan mereka.
Pada masa remaja muncul ketrampilan-ketrampilan kognitif baru. Menurut sejumlah ahli psikologi perkembangan, ketrampilan-ketrampilan kognitif baru yang muncul pada masa remaja ini mempunyai pengaruh besar terhadap perubahan kognisi social mereka. Perubahan-perubahan dalam kognisi sosial ini merupakan salah satu cirri penting dari perkembangan remaja. Hal ini dapat dimengerti, sebab selama masa remaja kemampuan untuk berpikir abstrak ini kemudian menyatu dengan pengalaman sosial, sehingga pada gilirannya menghasilkan suatu perubahan besar dalam cara-cara remaja memahami diri mereka sendiri dan orang lain.  
Dua jenis relasi dengan kelompok teman sebaya oleh Santrock (2002) adalah kelompok (crowd) yaitu kelompok-kelompok remaja besar dan kurang bersifat pribadi, sedangkan klik (cliques) yaitu kelompok-kelompok yang lebih kecil, memiliki kedekatan yang lebih besar di antara anggota-anggota dan lebih kohesif dibanding kelompok. Identitas kelompok seringkali mengarahkan identitas pribadi. Pada masa ini remaja sedang dalam proses pencarian jati diri untuk menuju masa selanjutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel

Peran Psikologi dalam Investigasi Kasus Hukum di Indonesia

Peran Psikologi dalam Investigasi Kasus Hukum di Indonesia Psikologi adalah ilmu yang mempelajari jiwa/psikis manusia, sehingga ...

Artikel Populer