JIGSAW I


JIGSAW I
            Metode Jigsaw pertama kali dikembangkan oleh Aronson (1975). Metode ini memiliki dua versi tambahan, Jigsaw II (Slavin, 1989) dan Jigsaw III (Kagan, 1990). Dalam metode Jigsaw, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri 5 anggota. Setiap kelompok diberi informasi yang membahas salah satu topik dari materi pelajaran mereka saat itu. Dari informasi yang diberikan pada setiap kelompok ini, masing-masing anggota harus mempelajari bagian-bagian yang berbeda dari informasi tersebut. Misalnya, jika kelompok A diminta mempelajari informasi tentang novel, maka lima orang anggota didalamnya harus mempelajari bagian-bagian yang lebih kecil dari novel, seperti tema, alur, tokoh, konflik, dan latar.
            Setelah mempelajari informasi tersebut dalam kelompoknya masing-masing, setiap anggota yang mempelajari bagian-bagian ini berkumpul dengan anggota-anggota dari kelompok-kelompok lain yang juga menerima bagian-bagian materi yang sama. Jika anggota 1 dalam kelompok A mendapatkan tugas mempelajari alur, maka ia harus berkumpul dengan siswa 2 dalam kelompok B dan siswa 3 dalam kelompok C (begitu seterusnya) yang juga mendapat tugas mempelajari alur. Perkumpulan siswa yang memiliki bagian informasi yang sama ini dikenal dengan dengan istilah “kelompok ahli” (expert group). Dalam “kelompok ahli” ini, masing-masing siswa saling berdiskusi dan mencari cara terbaik bagaimana menjelaskan bagian informasi itu kepada teman-teman satu kelompoknya yang semula. Setelah berdiskusi selesai, semua siswa dalam “kelompok ahli” ini kembali ke kelompoknya yang semula, dan masing-masing dari mereka mulai menjelaskan bagian informasi tersebut kepada teman-teman satu kelompoknya.
            Jadi, dalam metode Jigsaw, siswa bekerja kelompok selama dua kali, yakni dalam kelompok mereka sendiri dan “kelompok ahli”. Setelah masing-masing anggota menjelaskan bagiannya masing-masing kepada teman-teman satu kelompoknya, mereka mulai bersiap untuk diuji secara individu (biasanya dengan kuis). Guru memberikan kuis kepada setiap anggota kelompok untuk dikerjakan sendiri-sendiri, tanpa bantuan siapapun. Skor yang diperoleh setiap anggota dari hasil ujian/kuis individu ini akan menentukan skor yang diperoleh kelompok mereka. Meski demikian tidak seperti Jigsaw II, dalam metode Jigsaw versi Aronson ini – menurut Knight dan Bohlmeyer (1990)— tidak ada reward khusus yang diberikan atas individu maupun kelompok yang mampu menunjukkan kemampuannya untuk bekerja sama dan mengerjakan kuis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel

Peran Psikologi dalam Investigasi Kasus Hukum di Indonesia

Peran Psikologi dalam Investigasi Kasus Hukum di Indonesia Psikologi adalah ilmu yang mempelajari jiwa/psikis manusia, sehingga ...

Artikel Populer