Kehidupan masyarakat pesisir pantai
“Berbagai hasil kajian penelitian,
selama ini, tentang kehidupan sosial ekonomi masyarakat pesisir pantai telah
mengungkapkan bahwa sebagian besar dari mereka, khususnya yang tergolong
nelayan buruh atau nelayan-nelayan kecil, hidup dalam kubangan kemiskinan.
Kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan dasar minimal kehidupan sehari-hari
sangat terbatas. Bagi masyarakat nelayan, diantara beberapa jenis kebutuhan
pokok kehidupan, kebutuhan yang paling penting adalah pangan. Adanya jaminan
pemenuhan kebutuhan pangan setiap hari sangat berperan besar untuk menjaga
kelangsungan hidup mereka (Kusnadi, 2006)”. “Para pakar ekonomi sumberdaya
melihat kemiskinan masyarakat pesisir, khususnya nelayan lebih banyak
disebabkan karena faktor-faktor sosial ekonomi yang terkait karakteristik
sumberdaya serta teknologi yang digunakan. Faktor faktor yang
dimaksud membuat nelayan tetap dalam kemiskinannya (Gordon, 1954)”.
“Smith (1981) yang mengadakan kajian
pembangunan perikanan di berbagai negara Asia, negara-negara Eropa dan Amerika
Utara tiba pada kesimpulan bahwa kekakuan aset perikanan (fixity and rigidity of fishing assets) adalah alasan utama kenapa
nelayan tetap tinggal atau bergelut dengan kemiskinan dan sepertinya tidak ada
upaya mereka untuk keluar dari kemiskinan itu. Kekakuan aset tersebut adalah
karena sifat aset perikanan yang begitu rupa sehingga sulit untuk dilikuidasi
atau diubah bentuk dan fungsinya untuk digunakan bagi kepentingan lain. Akibatnya
pada saat produktivitas aset tersebut rendah, nelayan tidak mampu untuk mengalih
fungsikan atau melikuidasi aset tersebut. Karena itu, meskipun rendah
produktivitas, nelayan tetap melakukan operasi penangkapan ikan, yang sesungguhnya
tidak lagi efisien secara ekonomis“.
“Bengen (2001) mengajukan argumen lain
yaitu bahwa nelayan tetap tinggal pada industri perikanan karena rendahnya opportunity cost mereka. Opportunity cost nelayan, menurut
definisi adalah kemungkinan atau alternatif kegiatan atau usaha ekonomi lain
yang terbaik yang dapat diperoleh selain menangkap ikan. Dengan kata lain, opportunity cost adalah kemungkinan lain yang bisa dikerjakan nelayan bila saja
mereka tidak menangkap ikan. Bila opportunity
cost rendah maka nelayan cenderung tetap melaksanakan usahanya meskipun
usaha tersebut tidak lagi menguntungkan dan efisien. Ada juga argumen yang
mengatakan bahwa opportunity cost
nelayan, khususnya di negara berkembang, sangat kecil dan cenderung mendekati
nihil. Bila demikian maka nelayan tidak punya pilihan lain sebagai mata
pencahariannya. Dengan demikian apa yang terjadi, nelayan tetap bekerja sebagai
nelayan karena hanya itu yang bisa dikerjakan”.
“Smith (1981) mengatakan bahwa nelayan
tetap mau tinggal dalam kemiskinan karena kehendaknya untuk menjalani kehidupan
itu (preference for a particular way of
life)”. “Nelayan lebih senang memiliki kepuasaan hidup yang bisa
diperolehnya dari menangkap ikan dan bukan berlaku sebagai pelaku yang semata-mata beorientasi
pada peningkatan pendapatan. Karena way
of life yang demikian maka apapun yang terjadi dengan keadaannya, hal
tersebut tidak dianggap sebagai masalah baginya. Way of life sangat sukar dirubah. Karena itu maka meskipun menurut
pandangan orang lain nelayan hidup dalam kemiskinan, bagi nelayan itu bukan
kemiskinan dan mereka merasa bahagia dengan kehidupan itu (Gordon, 1954)”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar